Memahami mitos dan fakta seputar khitan anak adalah tugas penting bagi setiap orang tua yang akan mengantarkan putranya melewati salah satu tonggak penting dalam hidupnya ini. Di Indonesia, khitan bukan hanya prosedur medis, tetapi juga sarat dengan nilai-nilai tradisi, agama, dan nasihat turun-temurun. Sayangnya, tidak semua informasi yang beredar di masyarakat didasarkan pada bukti ilmiah. Banyak “kata orang tua dulu” atau kepercayaan lokal yang justru bisa menghambat proses penyembuhan atau menimbulkan kekhawatiran yang tidak perlu. Untuk memastikan Anda membuat keputusan terbaik dan memberikan perawatan yang tepat, sangat penting untuk dapat memilah mana yang hanya mitos dan mana yang merupakan fakta medis. Artikel ini akan membongkar beberapa mitos paling umum dan menyajikannya berdampingan dengan fakta yang sesungguhnya.
Salah satu mitos yang paling mengkhawatirkan dan tidak berdasar adalah anggapan bahwa khitan dapat memengaruhi kesuburan atau mengurangi “kejantanan” seorang pria di masa depan. Banyak yang cemas prosedur ini akan mengganggu fungsi seksual atau bahkan menyebabkan kemandulan. Faktanya, ini adalah mitos yang 100% salah. Prosedur khitan hanya melibatkan pembuangan kulup (preputium), yaitu lapisan kulit luar yang menutupi kepala penis. Tindakan ini sama sekali tidak menyentuh atau memengaruhi organ reproduksi internal seperti testis (pabrik sperma), saluran sperma, maupun struktur internal penis yang bertanggung jawab untuk fungsi ereksi. Secara medis dan ilmiah, tidak ada kaitan sama sekali antara khitan dengan tingkat kesuburan, performa seksual, ataupun produksi hormon seorang pria.
Mitos yang sangat populer di Indonesia adalah adanya pantangan makanan setelah sunat. Anak yang baru dikhitan sering kali dilarang mengonsumsi telur, ikan, daging, atau makanan laut karena dipercaya akan menyebabkan luka menjadi gatal, bernanah (infeksi), atau lama kering. Faktanya, anjuran ini justru bertolak belakang dengan ilmu gizi dan proses penyembuhan luka. Telur, ikan, dan daging adalah sumber protein hewani yang sangat tinggi. Protein berfungsi sebagai zat pembangun utama yang dibutuhkan tubuh untuk memperbaiki jaringan dan membentuk sel-sel kulit baru. Menghindari makanan ini justru dapat memperlambat proses pemulihan. Rasa gatal pada luka yang mulai mengering adalah bagian normal dari proses regenerasi saraf, bukan karena makanan. Kunci untuk mencegah infeksi adalah menjaga kebersihan luka, bukan membatasi asupan nutrisi penting.
Selanjutnya, ada kekhawatiran bahwa anak yang memiliki berat badan berlebih atau penis yang terlihat kecil/tenggelam (buried penis) sulit atau bahkan tidak bisa dikhitan. Mitos ini sering membuat orang tua menunda khitan hingga anaknya kurus. Faktanya, anak gemuk tetap bisa dan sangat dianjurkan untuk dikhitan, namun memerlukan penilaian dan teknik khusus dari dokter yang berpengalaman. Kondisi penis tenggelam disebabkan oleh tumpukan lemak di area pubis (suprapubik). Dokter akan menggunakan teknik khusus, seperti membebaskan penis dari timbunan lemak di sekitarnya sebelum melakukan pemotongan kulup, atau menggunakan metode sunat khusus untuk anak gemuk. Menunda khitan pada anak gemuk justru berisiko menyebabkan penumpukan smegma (kotoran) yang sulit dibersihkan dan memicu infeksi.
Istilah “sunat laser” juga sering kali disalahpahami. Banyak yang mengira metode ini menggunakan sinar laser canggih seperti dalam film yang bisa memotong tanpa menyentuh kulit. Mitos ini membuat banyak orang tua menganggapnya sebagai metode paling superior. Faktanya, istilah “laser” yang umum digunakan di Indonesia sebenarnya merujuk pada alat electrocautery. Alat ini berupa pena dengan ujung logam yang dipanaskan oleh listrik untuk memotong kulup. Keunggulannya adalah panas dari alat ini dapat langsung menutup pembuluh darah kecil sehingga pendarahan sangat minimal. Meskipun efektif dan modern, ini bukanlah teknologi sinar laser yang sesungguhnya. Memahami hal ini membantu orang tua memiliki ekspektasi yang realistis terhadap pilihan metode yang ada.
Terakhir, ada anggapan bahwa khitan hanya memiliki manfaat dari sisi agama dan tradisi saja, tanpa ada keuntungan medis yang signifikan. Mitos ini sering kali membuat sebagian orang meremehkan pentingnya prosedur ini dari sudut pandang kesehatan. Faktanya, khitan memiliki serangkaian manfaat kesehatan yang telah terbukti secara ilmiah dan diakui oleh dunia medis internasional. Manfaat tersebut antara lain mengurangi risiko infeksi saluran kemih pada bayi, mencegah terjadinya fimosis (kulup yang tidak bisa ditarik ke belakang), meningkatkan kebersihan penis, serta menurunkan risiko infeksi menular seksual dan kanker penis di kemudian hari. Berbagai manfaat ini juga diakui oleh organisasi kesehatan dunia, termasuk yang tercantum dalam rilis teknis dari World Health Organization (WHO).
Dengan memisahkan antara kepercayaan turun-temurun dan bukti medis, Anda sebagai orang tua dapat mengambil keputusan yang lebih tenang dan rasional. Jangan ragu untuk selalu bertanya dan berdiskusi dengan dokter atau tenaga medis profesional untuk mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya. Mengabaikan mitos dan berpegang pada fakta tidak hanya akan mempermudah proses khitan bagi si kecil, tetapi juga memastikan ia mendapatkan manfaat kesehatan yang optimal. Pemahaman yang benar adalah langkah pertama dalam membongkar mitos dan fakta seputar khitan anak.