Sejarah Khitan atau sunat telah dikenal dan dijalankan oleh orang Indonesia pada umumnya semenjak zaman dahulu. Selain karena adanya adat istiadat setempat, juga dipengaruhi oleh ajaran Islam yang telah masuk ke Indonesia sejak abad ke-7 Masehi. Agama Islam telah memberikan kewajiban bagi setiap umatnya yang berjenis kelamin laki-laki. Adapun telah diriwayatkan dalam salah satu hadits dimana Rasulullah SAW bersabda :
الفِطْرَةُ خَمْسُ : الخِتَانُ وَالاسْتِحْدَادُ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَتَقْلِيْمُ الأَظْفَارِ وَقَصُّ الشَّارِبِ
“Fitrah ada lima: khitan, istihdad (mencukur bulu kemaluan), mencabut bulu ketiak, memotong kuku dan mencukur kumis.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa salah satu fitrah dari seseorang itu adalah salah satunya adalah khitan, hal ini berarti seseorang muslim belum mencapai fitrahnya jika belum di khitan. Perintah khitan bagi seorang muslim ini telah telah ada sejak zaman nabi Ibrahim AS yang mana telah diriwayatkan dalam Al Qur-an surat Albaqarah ayat 124 yang berbunyi :
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Rabb-nya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Baqarah : 124)
Berdasarkan ayat diatas, salah satu perintah dan larangan diatas adalah melaksanakan kewajiban ber-khitan yang diberikan kepada nabi Ibrahim AS. Namun ternyata, tradisi khitan ini sebetulnya telah ada dan diamalkan oleh generasi sebelum adanya syariat dalam Islam.
Berdasarkan beberapa catatan sejarah menyebutkan bahwa khitan merupakan salah satu kebudayaan yang telah ada sejak zaman dahulu kala dan telah diamalkan oleh berbagai bangsa salasatunya bangsa Samit Purba, bangsa Amerika, Afrika, Polinesia, Australia dan Indonesia.
Berdasarkan salahsatu penelitian oleh WHO (World Health Organization) terdapat data yang mengungkapkan bahwa khitan telah ada di Mesir sebelum agama Islam terlahir. Proses khitan ini juga telah ada dan dilakukan oleh orang-orang Afrika kira-kira sejak 6.000 tahun yang lalu. Selain itu terdapat relief atau bukti sejarah yang menyebutkan bahwa bangsa mesir telah melakukan proses khitan ini sejak tahun 2.800 sebelum masehi.
Telah diketahui banyak orang kalau negeri para Firaun adalah pelopor tradisi sunat. Referensi paling awal soal sunat berasal dari 2.400 SM. Itu terlacak lewat sebuah relief di tanah pemakaman kuno Saqqara yang menggambarkan serangkaian adegan medis, termasuk sunat pisau.
Di Mesir Kuno, praktik ini dilakukan pada remaja pria yang akan diinisiasi menjadi pria dewasa dari kelas bangsawan. “Sunat Mesir mungkin juga telah digunakan untuk membatasi kelas elite khusus,” tulis laman Ancient Origin.
Namun, menurut perkiraan Doyle, orang Mesir mengadopsi sunat dari masa yang jauh lebih awal, dari orang-orang yang tinggal di wilayah yang lebih jauh ke selatan, yang sekarang masuk wilayah Sudan dan Ethiopia.
Orang-orang selatan itu, secara genetik terkait dengan bangsa Sumerian dan Semit. Mereka menurut para antropolog berasal dari Semenanjung Arab dan telah melakukan kontak rutin, seperti berdagang atau bertempur dengan orang Mesir.
Sementara, bagi tetangga mereka, orang Yunani, tradisi sunat ini dipandang aneh. Pada abad kelima, Herodotus mengemukakan pendapatnya lewat sebuah karya The History of Herodotus. “Mereka (orang Mesir, red.) mempraktikkan sunat demi kebersihan, menganggap lebih baik bersih daripada cantik,” tulis laman livescience.
Adapun di Israel kuno, sunat memiliki fungsi dan proses yang agak berbeda. Sunat merupakan penanda etnis yang menunjukkan bahwa mereka adalah bagian dari bangsa Israel.
Sebagaimana orang Yahudi modern, sunat biasanya dilakukan pada bayi, delapan hari setelah kelahiran. Kendati praktik itu bisa juga dilakukan pada orang dewasa, jika diperlukan. Mereka biasanya orang yang tadinya non-Israel tapi kemudian memutuskan ingin masuk ke komunitas Yahudi.
“Salah satu cara yang membedakan agama Kristen dari Yudaisme adalah orang Kristen non-Yahudi tidak perlu disunat,” jelas Ancient Origin.
Bersambung pada bagian II
Baca Juga : Fakta Sunat Pada Bayi Laki-laki Menurut WHO